KETATANEGARAAN
DALAM PERSPEKTIF USHUL FIQH
Part 3
Kembali
kepada persoalan fungsi dan peranan seorang pemimpin,persoalan ini merupakan
hal yang sangat mendasar dalam sistem ketata negaraan dan pemerintahan Islam.
Sebagai bahan analogi nara sumber kutip sebuah hadits Nabi yang sangat masyhur,
“Al-Ulama’u Warotsatul Anbiya’i” bahwa Ulama itu adalah pewarisnya para Nabi.
Pertanyaannya sekarang,siapakah sesungguhnya yang menjadi pewaris para Rosul ?
Kalau kita lihat dari sudut pandang Ilmu Manthiq
(Logika),nisbat (hubungan) antara Rosul dengan Nabi itu adalah Nisbat Umum
Khusus bi Itlaq,artinya Setiap Rosul adalah Nabi dan tidak setiap Nabi itu
adalah Rosul. Maka jawaban dari pertanyaan tersebut, menurut akal fikiran nara
sumber yang sangat sederhana; Pewaris Rosul itu adalah Umaro (pemimpin). Mafhum
Muwafaqoh (Pemahaman Sepadan) dari analogi tadi adalah,”Setiap Pemimpin (Umaro)
adalah Ulama dan tidak setiap Ulama adalah Umaro”. Hipotesa ini,menurut nara sumber
bukanlah sesuatu yang berlebihan tapi
sebuah tuntutan ideal ketika sang Umaro bertindak pula sebagai seorang Ulama.
Namun sehebat apapun konsep ketata negaraan yang ditawarkan
dan bagaimana pun super powernya sebuah bangsa ketika suku bunga kedholiman
yang meningkat,baik kedholiman terhadap dirinya (bangsanya),kedholiman terhadap
sesama (bangsanya) maupun kedholiman terhadap sang Khaliq.Maka bangsa itu tak
ubahnya Buih di lautan yang pada akhirnya akan
sirna juga. Hanya yang bisa saling memberi manfa’at,itulah yang dapat bertahan
dan eksis di muka bumi Alloh ini. Sebagaimana firman-Nya dalam
al-Qur’an surat Arro’du ayat 17 :
َIنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ
أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ
عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ
يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا
مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الأرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الأمْثَالَ
(١٧)
17. Allah telah menurunkan air
(hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya,
Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka
lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya
seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar
dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.
Kredibilitas
dan kavabilitas sebuah bangsa sesungguhnya dipertaruhkan oleh bagaimana bangsa
itu sendiri menjunjung tinggi nilai-nilai Kemanusiaan (humanity). Bangsa yang
beradab adalah bangsa yang dalam sistem ketata negaraan dan pemerintahannya
senantiasa menerapkan prinsip-prinsip (ushul) yang meliputi :
1.
Al-Huriyah
2.
Al-‘Adalah
3.
Al-Musawah
4.
Al-Syuro
Dan
dua prinsip tambahan yaitu :
5.
Mu’arodoh
6.
Al-Naqdul Dzatiy atau Muhasabatu al-Nafsi
Termasuk
Beradabkah..?dan atau Biadabkah Bangsa kita Indonesia tercinta ini? Silahkan saudara-saudara
dan Anggota Dewan Yang Terhormat menjawab sendiri-sendiri. Sambil menunggu
jawaban Insya Alloh artikel kita sambung ke....Part 4..Okay ?
Wasalam..
Ust.Ucu Suryadin,Sag.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar